kado untuk puteriku

Selamat pagi Puteriku….!

Selamat pagi! Meski aku menuliskannya tidak di pagi hari, dan mungkin apabila kelak ketika kau punya kesempatan membacanya, juga tidak sedang pagi hari, tapi….selamat pagi. Sebab pagi akan selalu indah, pagi akan selalu cantik. Saat teteh sibuk menyiapkan sarapan di dapur, saat kicau burung (meski mulai sedikit) bersautan di kebun salak belakang rumah, saat aroma semangat menguar di seantero kampong. Mengantar orang-orang yang bergegas mencari penghidupan. Mengiringi anak-anak yang riang berangkat ke sekolah.

Selamat pagi! Meski kau ‘membenci’ pagi, sebab itu artinya kau harus bergegas mandi dan segera berangkat sekolah, tapi biarkanlah aku membisikkannya. Biarkanlah aku mengucapnya pelan di telingamu. Berharap kau segera bangun. Berharap kau tidak hanya sekedar menggeliat bergulung-gulung di kasur. Merajuk.

Puteriku yang cantik, bila kemarin kau meminta kado padaku, maka baiklah, sekarang aku akan memberi kado itu. Nasehat! Hanya itu yang bisa aku berikan ketika aku tak lagi bisa menghujami keningmu dengan ciuman. Ketika tak bisa saling beradu hidung, atau berteriak saling mengejek; siapakah yang lebih putih di antara kita. Setelah kita berjarak. Tapi percayalah Puteriku, kelak kau akan lebih menghargai itu. Jauh dari yang lain..

Yang pertama adalah mulailah bangun pagi. Pagi-pagi buta. Ketika dari speaker masjid terdengar suara orang mengaji (yang entah itu rekaman atau langsung). Pertama kali mungkin berat Puteri-ku, sebab kau tak terbiasa saja. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, ketika kau bertekad untuk mulai membiasakannya, maka itu akan mudah saja. Langsung saja berjingkat dari kasur. Bila ayah, abang dan adikmu belum bangun, maka bangunkan! Seret kakinya. Tarik, tarik sampai bangun. Bisikkanlah ini di telinganya “Ayah, ayah bangun..sudah mau subuh”. Maka ketika kau mulai bangun pagi-pagi, akan banyak hal-hal baik yang bisa kau lakukan sebelum berangkat sekolah. Tapi tolong, jangan tidur lagi yah! Kau bisa ikut “membantu” teteh di dapur. Bertanya banyak hal. Eceu’ masak apa?? Menggoreng apa. Jika dia tidak memberikan jawaban yang memuaskan, maka paksa, paksa terus untuk menjawab (tentu saja dengan batas-batasnya Puteriku). Selanjutnya kau juga mulai bisa belajar membaca-baca buku. Ada banyak buku yang ditaruh di lemari. Bacalah! Minta pertimbangan sama ayah mana yang sudah boleh dibaca mana belum. Suatu saat, akan ada yang menagih untuk kau bisa menceritakan salah satu isi buku yang kau baca.

Yang kedua belajarlah menjadi anak yang penurut. Tidak sering rewel. Belajarlah menerima pengertian-pengertian yang diberikan ayah. Jika ayah melarang ini itu, itu bukan karena ayah tidak sayang Puteri.. Tidak! Sama sekali tidak. Kelak, kau akan mengerti bahwa setiap gelengan ibu itu benar, bahwa setiap larangan ayah itu baik. Pemahaman itu akan sempurna datang seiring pergerakan usiamu. Tapi tentu saja Puteri-ku, selain penerimaan-penerimaan itu, kau selalu berhak tahu. Kau berhak untuk mendapat penjelasan atas setiap larangan atau ajakan yang diberlakukan padamu. Maka jika suatu saat ayah atau ibu melarang tanpa memberi penjelasan, kau berhak untuk merajuk.;”mengapa…mengapa?”. jangan puas jika ayah ibu hanya menjawab ‘pokoknya begitu. Pokoknya begini’.

Dua itu saja mungkin. Semoga itu bermanfaat. semoga kau dapat lebih bijaksana dalam melihat dunia.

*copast dari blognya om iqbal ^^ -dengan sedikit pengeditan-

32 responses

  1. Nah,pas banget dunk!Kalo ga salah tulisan mas iqbal itu juga hadiah buat keponakanny. Makanya kalo kamu baca tulisan aslinya akan muncul kata ‘om’..

  2. asyik juga membacanya di blog orang….warna di tulisan itu membedakan apa ya, ai?—pas pulang terakhir kali aku membacakan kado ini ke keponakanku langsung dari blogku–

  3. hayah..kenapa tiba2 nyasar lagi di postingan ini om?lupa euy, dulu kayaknya ada maknanya. makanya aku copast tulisan ini. penekanan aja kali yaa?lah, jadi harusnya kado untuk keponakan..?!

  4. kayaknya baru nyadar kalo kita temenan semenjak postingan ini.. tulisan pas jaman kuliah agak2 labil. ga dibaca dan dikomentarin juga gapapa. hoho..kado untuk putriku. bukan keponakanku..

  5. Waktu bikin tulisan tentang cistik, aku keingetan jurnal ini. Sepertinya aku mulai mengerti maksud pewarnaan dalam tulisan ini.’Kelak, kau akan mengerti bahwa setiap gelengan ibu itu benar, bahwa setiap larangan ayah itu baik. Pemahaman itu akan sempurna datang seiring pergerakan usiamu.’setiap warna itu mewakili perasaanku saat pertama kali membacanya.

Leave a comment