Gadis Di Dalam Kereta

Gadis itu bersandar di punggungku. Bohong jika aku tidak merasa keberatan. Bukan berarti aku tidak mau jika dia merebahkan kepalanya padaku. Aku justru lebih tak rela jika dia bersandar pada pria tua yang duduk di pojok dekat jendela itu. Aku keberatan karena tubuhnya memang berat.

Gadis itu masih tertidur lelap. Aku sendiri sudah terbangun sejak tadi. Tidurku tak nyenyak. Entah karena apa. Mungkin karena suara berisik pedagang asongan yang bolak-balik di hadapanku. Mungkin juga karena tempat tidur yang kini berganti dari kasur empuk menjadi kursi sempit. Yang membuatku harus berkali-kali mengganti posisi. Atau karena aku kelaparan, yaa? Yang pasti bukan karena perasaan was-was mengingat ini adalah perjalanan pertamaku jauh meninggalkan ayah dan kota kelahiran.

Benarlah apa yang dikatakan gadis bersweater merah itu, “Lihat saja, nanti tengah malam kau pasti akan lapar lagi!” Ah, bahkan soto lamongan yang kusantap selepas maghrib bersamanya tadi tak lagi kuingat rasanya. Tadi aku memang belum merasa lapar saat dia menawarkan nasi rames yang baru saja dibelinya. Bukankah Rasulullah memang menganjurkan agar kita makan di saat benar-benar merasa lapar?

Gadis itu mengganti posisi tubuhnya. Kini lehernya dapat tegak berdiri meski matanya tetap terpejam. Kata orang (entah siapa), moment di saat wanita akan terlihat sangat cantik adalah ketika ia tertidur pulas. Kulirik gadis itu. Kuperhatikan wajahnya dengan seksama. Emm,, tidur atau tidak, dia memang sudah cantik kok. Lalu, kuedarkan mataku ke sekeliling. Maunya sih mencari gadis lain yang bisa kuamati. Lalu kusadari bahwa gerbong ini mayoritasnya berisi para lelaki. Yaa Rabb,, mohon lindungi perjalananku!

Untuk beberapa hal, gadis itu mungkin sering menampakkan sifat manjanya. Tapi urusan makan, rasanya aku lebih manja dibanding dia. Makan sesuai mood itu tidak baik. Aku tahu itu. Tapi nyatanya, saat ini aku tidak ingin makan nasi meski aku kelaparan. Aku hilang mood untuk makan di atas kereta yang begitu cepat melaju menuju Jogjakarta ini.

Gadis itu mungkin tidak akan pernah tahu (atau mungkin terlambat untuk mengetahui) bahwa aku sedang menulis tentangnya. Dia membersamaiku sejak lima tahun yang lalu. Dan perjalanan menuju Baluran kali ini seolah menjadi awal perpisahan kami. Gelar itu. Gelar yang lebih dulu disandangnya. Bukan hanya akan memisahkanku dengannya, tetapi membuatku cemburu. Sigh!

Kukunyah permen coklat di mulutku lebih cepat. Coklat bukan hanya akan menjadi pengganjal perutku hingga pagi nanti, tetapi juga menjadi pengobat hatiku yang bergemuruh. Kesal. Kesal pada diriku yang lemah. Gadis itu kembali merebahkan kepalanya di punggungku. Ah, cepat sekali dia berganti posisi! Lebih baik kupejamkan kembali mataku. Aku ingin tidur saja. Berharap semua kan baik-baik saja setelah aku membuka mata nanti. Dan kubiarkan bakteri dalam mulutku berpesta malam ini. Karena mungkin, sakit gigi lebih aku sukai dibanding sakit hati.

Duhai, akankah senja di Baluran kan tersenyum untukku?

Progo,
22 Juli 2010 Pk. 12.14 wib
ceritanya lagi belajar tentang deskripsi, hehe…

24 responses

  1. @wicakzudah di madiun neh. Utk tau update kota yang telah kulewati bisa cek ke status fb-ku. Halah@lihatbintangkereta ekonomi mba ;)@nisachem05iyaa nis. Udah ku sms yaa! ^^@azizrizkiiyaa.. Bener2 harus irit batre neh :p@smaemunahpunggung mba. Krn aku duduk dengan posisi menghadap ke jalan di mana orang lalu lalang. Ah, kurang deskripsi ini :)@miftamiftaiyaa mba. Kereta progo menuju jogja. Tapi sekarang lanjut ke jember neh :D@andiahzahrohpasti ngetawain bagian bakteri yg berpesta yaa? :D@yasirburhanisemoga bisa ke sana. Fokus utamanya ke hutan euy!@ukhtikecil88jogja cuma buat transit doank :p@lembayungmentarisstt.. Jangan bilang2 padanya yaa? Hihi..@mylathiefini komen yang ditunggu. Berharap ada yang komen tentang gaya tulisanku. Kali ini bagaimana? Deskripsiku keren tak? :p@@hebadaragema4asiiik euy! Hoho..

Leave a reply to wicakz Cancel reply