Mungkin Nanti

Aku memandang jauh ke dalam matanya yang bulat. Irisnya berwarna coklat. Alisnya yang tebal semakin menonjolkan matanya yang indah. Dia masih terlihat cantik. Meski kini wajahnya tampak tirus.

“Ceritakanlah padaku,” kataku memecah keheningan. Kusentuh lembut bahunya. Kuyakinkan dirinya bahwa aku ingin sekali membantunya ke luar dari ketakutan yang selama ini mengungkungnya. Entah karena apa.

Ia tersenyum. Senyum yang sama setiap kali mendengar ceritaku yang menurutnya seru. Senyum yang cantik. Senyum yang kurindukan. Entah kapan terakhir kali aku melihat senyumnya. Mungkin dua bulan yang lalu. Mungkin lebih lama dari itu. Ah, harusnya aku tak perlu menunggu selama itu. Salahku yang memang tak menjemput senyum itu.

Aku tahu kedatanganku mungkin terlambat. Ia telah membuat keputusannya. Ia memilih mundur dari arena pertempuran. Tanpa perlu mendengar perkataanku. Bukankah teleponku tak diacuhkannya? Lantas bagaimana mungkin ia bisa mengetahui bahwa aku ingin ia bertahan, dengan solusi yang coba kutawarkan. Yang sayangnya menguap bersama kata-kata motivasi yang ingin kusampaikan. Dan pesan-pesan via SMS itu. Aku tak pernah menduga bahwa ia tak pernah mau membacanya. Yang membuatku sadar akan satu hal. Satu aksi nyata lebih berarti daripada seribu kata-kata.

Cukup sudah pembicaraan yang ia alihkan. Aku masih menantikan ceritanya. “Ayolah..” kataku mulai merajuk.

Ia kembali tersenyum padaku. Senyum yang sedikit menyalakan cahaya di wajahnya yang mulai meredup. Hening sejenak. Hingga akhirnya ia pun angkat bicara. “Maafkan aku, Ai. Aku belum bisa cerita.. Aku ini tipe orang yang sulit terbuka.”

Aku tahu, saudariku. Itulah yang seringkali membuatku sedih. Aku mungkin belum menjadi sahabat yang baik. Yang mampu menyediakan pundak setiap kali kau menumpahkan airmatamu. Kau memilih sendiri. Tanpa memberiku kesempatan untuk menyelami isi hatimu.

Aku mencoba mengerti. Tak mudah baginya untuk bercerita di saat seperti ini. Aku pun menangkap gurat penyesalan di wajahnya. Membuatku lebih tenang hanya dengan dua kata yang ia tambahkan. “Mungkin nanti…”

Dan aku akan setia menunggu ceritanya.

kini kita berjalan berjauh-jauhan
kau jauhi diriku karena sesuatu
mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
namun itu karena ku sayang…

***
Kamar 07,
27 April 2011 pk. 09.52 wib
she’s fine!

9 responses

  1. memang bakal sulit kalo kita mau mencari permaslahan dari orang yang tidak terbuka sedangkan kita ingin memberikannya bantuan/solusi… 😀 tapi kalo orang itu udah membukannya dan kita bisa memegang apa yang dirahasiakan, bisa jadi dia jadi milik kita saat mengutarakan permasalahnnya.

  2. night16 said: memang bakal sulit kalo kita mau mencari permaslahan dari orang yang tidak terbuka sedangkan kita ingin memberikannya bantuan/solusi… 😀 tapi kalo orang itu udah membukannya dan kita bisa memegang apa yang dirahasiakan, bisa jadi dia jadi milik kita saat mengutarakan permasalahnnya.

    betul banget, khoiri..gimana mau kasih solusi kalo permasalahannya aja kita ga tau. tapi kadang saya gitu juga sih. atas nama ga ingin merepotkan orang lain :Dbtw, tumben neh komennya panjang betul. hehe…

  3. pisaubelati said: hm, seperti itukah seorang wanita bila mendapat masalah?berdoalah semoga ada kebaikan bagi ai dan sahabatnya …

    ga semua kok ka. saya lagi menghadapi orang yang memiliki karakter introvert aja. makasih doanya. aamiin ^__^

Leave a comment